LAPORAN KOBA
”Identifikasi
Metabolit Sekunder Pada Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi)”
DI SUSUN OLEH:
LIZA PUTRI RAHAYU
(A1F008011)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2010
BAB
I
PENDAHULUAN
Tanaman merupakan sumber kehidupan bagi manusia baik
sebagai sumber makanan, bahan bangunan, kertas, bahan pakaian serta
obat-obatan. Sebagai obat-obatan, tanaman telah lama digunakan oleh masyarakat
terutama masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan menggunakan tanaman sebagai bahan ramuan obat
berdasarkan pengalaman turun-temurun dari orang-orang tua terdahulu.
Orang-orang tua terdahulu belum begitu mengenal obat-obatan modern seperti saat
sekarang ini, terutama orang-orang yang masih tinggal di pelosok desa dan di
pinggiran hutan, sehingga pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan tradisional
masih dipertahankan hingga saat ini.
Semakin berkembangnya metode analisa kimia tetumbuhan,
maka semakin banyak penemuan-penemuan baru tentang tetumbuhan yang menjadi
sumber senyawa kimia yang penting dalam pengobatan. Indonesia yang terletak di
garis khatulistiwa sangat kaya akan berbagai jenis tanaman, diantara puluhan
jenis tanaman sekitar 940 jenis yang telah diketahui mempunyai khasiat obat,
sedangkan dari jumlah tersebut yang sudah dimanfaatkan dalam industri jamu baru
sekitar 250 jenis (Priadi, 2004).
Keberadaan obat tradisional tidak asing lagi bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia
sudah mengenal dan memakai tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya
penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini telah dilakukan jauh
sebelum pelayanan kesehatacn formal dengan obat – obatan modern menyentuh
masyarakat. Pengetahuan tentang
tumbuhan obat merupakan warisan budaya bangsa secara turun temurun.
Perkembangan penggunaan obat-obatan tradisional khususnya
dari tumbuh-tumbuhan untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
sudah cukup meluas. Dewasa ini frekuensi penggunaan dan produksi obat-obat
tradisional mengalami peningkatan pesat sebagai alternatif pengobatan
(Sulistyani, 2003). Pemanfaatan bahan-bahan alam sebagai obat tradisional mulai
dikembangkan. Hal ini disebabkan masyarakat menyadari efek samping yang
ditimbulkan oleh obatobatan sintetik lebih besar dibanding obat alam. Selain
itu juga karena harganya jauh lebih murah dibanding obat sintetik, cepat
meramunya (mudah dibuat) dan mudah untuk memperolehnya (Kusuma, 1995).
Sejak abad ke-17 orang
telah dapat memisahkan berbagai jenis senyawa dari sumber-sumber organik, baik
tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme. senyawa-senyawa tersebut misalnya asam
laktat, morfin, kuinin, mentol, kolesterol, penisilin dan sebagainya. Tidaklah
berlebihan bila dinyatakan bahwa ilmu kimia senyawa-senyawa organik yang berasal
dari organisme atau disebut juga ilmu kimia bahan alam memrupakan bagian yang
terpenting dari ilmu kimia organik.
Perkembangan ilmu kimia
organik pada hakekatnya seriring dengan usaha pemisahan dan penyelidikan bahan
alam. Hal ini antara lain disebabkan karena struktur molekul dari
senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh organisme mempunyai variasi yang sangat
luas. Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendalami pengetahuan mengenai
reaksi-reaksi organik dan juga untuk menguji hipotesa atau penataan ulang
molekul dan spektroskopi serapan elektron. Disamping itu, bahan alam juga
merupakan tantangan daalam penetapan struktur molekul yang kadang kala sangat
rumit seperti vitamin B dan sintesa molekul tersebut in
vitro. Oleh karena itu ilmu kimia bahan alam adalah salah satu bidang dimana
banyak reaksi kimia dapat dipelajari.
Hutan tropis yang kaya
dengan berbagai jenis tumbuhan adalah merupakan sumber daya hayati dan
sekaligus sebagai gudang senyawa kimia baik berupa senyawa kimia hasil
metabolisme primer yang disebut juga sebagai senyawa metabolit primer seperti
protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk
pertumbuhannya maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder seperti
terpenoid steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid. senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan
berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk
tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.
Senyawa kimia sebagai
hasil metabolit sekunder atau metabolit sekumder telah banyak digunakan sebagai
zat warna, racun, aroma makanan,
obat-obatan dan sebagainya serta sangat banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang
digunakan obat-obatan yang dikenal sebagai obat tradisional sehingga diperlukan
penelitian tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa
kimia yang berfungsi sebagai obat.
Untuk mendapatkan
jumlah senyawa aktif yang relatif besar dari metabolit sekunder diperlukan
tanaman yang cukup berlimpah sehingga mengalami kesulitan dalam penyediaan
tanam,an dan karena itu diperlukan lahan untuk pengembangan tumbuhan tersebut.
Sehingga usaha-usaha untuk mendapatkan
metabolit tersebut terus menerus dilakukan dan penetilitan-penelitian
dengan memanfaatkan kultur jaringan saat ini merupakan pilihan yang sangat
tepat untuk dikembangkan. Ditinjau dari sudut kimia organik, maka mempelajari
senyawa kimia bahan alam ini sangat menarik, walaupun banyak sekali yang
mempunyai struktur kimia yang rumit.
Senyawa kimia beserta
derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk kehidupan pada tumbuhan merupakan
proses yang sangat menarik untuk dipelajari sehingga mendorong perhatian
peneliti untuk mengenal dan mengetahui struktur senyawa. Senyawa-senyawa kimia
yang merupakan hasil metabolism sekiunder pada tumbuhan sangat beragam dan
dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu
terpenoid, steroid, flavonoid, alkaloid dan saponin.
1.1. Latar
Belakang
Buah belimbing adalah nama Melayu untuk jenis tanaman buah
dari keluarga Oxalidaceae, marga Averrhoa. Tanaman belimbing dibagi menjadi dua
jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan belimbing asam (Averrhoa bilimbi) atau lazim pula disebut belimbing wuluh. Belimbing adalah
tanaman asli Indonesia dan Malaysia, yang kemudian menyebar rata di Asia
Tenggara seperti Kalimantan, Filipina, dan ke negara lainnya. Alasannya, karena
tanaman belimbing berasal dari kawasan beriklim kering di Asia Tenggara,
seperti halnya Jawa dan Sumatera. (Lin, 1994).
Banyak tanaman di Indonesia yang sebenarnya dapat memberikan
banyak manfaat, namun belum dibudidayakan secara khusus. Salah satu diantaranya
adalah belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi).
Belimbing wuluh merupakan tumbuhan berjenis pepohonan yang hidup di ketinggian
dari lima sampai 500 meter diatas permukaan laut. Tanaman ini mudah sekali
tumbuh dan berkembang biak melalui cangkok atau persemaian bijinya. Jika
ditanam lewat biji, pada usia 3-4 tahun, ia sudah mulai berbuah, yang
setahunnya bisa mencapai 1.500 buah perpohon. Buahnya lonjong, warna buahnya
hijau muda bila masih muda, jika sudah matang berwarna kekuningan kusam,
mengandung banyak air dan rasanya asam segar. Setiap musim belimbing, tanaman
belimbing wuluh banyak menghasilkan buah, dikarenakan buahnya bergerombol. Bisa
dimengerti, karena keasamannya ini kehadiran belimbing wuluh seakan terabaikan.
Ia terhitung jarang ditanam apalagi sampai dikebunkan seperti belimbing manis.
Sebab, kata kebanyakan penggemar tanaman buah, tanamannya saja tidak dapat
diandalkan untuk ditanam di pekarangan sebagai sumber keteduhan. Padahal
tanaman ini mudah ditanam dan diperbanyak. (Lin, 1994).
Selama ini yang sering menggunakan belimbing wuluh adalah
masyarakat Aceh. Pada umumnya mereka mengolah belimbing wuluh menjadi penyedap
rasa, yang disebut asam sunti. Selain itu mereka juga menggunakan air belimbing
wuluh yang diperoleh dari proses pembuatan asam sunti itu untuk mengawetkan ikan
dan daging. Di Indonesia tanaman belimbing wuluh banyak dijumpai, namun banyak
yang belum mengetahui khasiatnya. Selain sebagai bumbu masak, ternyata belimbing
wuluh juga bisa digunakan untuk obat dari berbagai macam penyakit, dan
pembersih barang-barang yang terbuat dari logam, kuningan, atau tembaga dan
pakaian. (Eka, 2005). Belimbing wuluh ini mempunyai banyak manfaat. Oleh kareni
itu penelitian ini dilakuka untuk mengetahui senyawa yang dikandung belimbing
wuluh.
1.2.Rumusan Masalah
·
Apa saja metabolit sekunder yang dikandung
belimbing wuluh?
·
Bagaimana cara pengujian metabolit sekunder yang
dikandung belimbing wuluh?
1.3.Tujuan
·
Untuk mengetahui metabolit sekunder yang dikandung
belimbing wuluh.
·
Untuk mengetahui cara pengujian metabolit sekunder
yang dikandung belimbing wuluh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Belimbing Wuluh
Belimbing wuluh Avrerhoa bilimbi merupakan tumbuhan berjenis pepohonan yang hidup di
ketinggian dari lima sampai 500 meter diatas permukaan laut. Tanaman ini mudah
sekali tumbuh dan berkembang biak melalui cangkok atau persemaian bijinya. Jika
ditanam lewat biji, pada usia 3-4 tahun, ia sudah mulai berbuah, yang
setahunnya bisa mencapai 1.500 buah. Buahnya lonjong, warna buahnya hijau muda
bila masih muda, jika sudah matang berwarna kekuningan kusam mengandung banyak
air dan rasanya asam segar. Bisa dimengerti, karena keasamannya ini kehadiran
belimbing wuluh seakan terabaikan. Ia terhitung jarang ditanam apalagi sampai
dikebunkan seperti belimbing manis. Sebab, kata kebanyakan penggemar tanaman
buah, tanamannya saja tidak dapat diandalkan untuk ditanam di pekarangan sebagai
sumber keteduhan. Padahal tanaman ini mudah ditanam dan diperbanyak. (Lin,
1994).
Adapun kandungan energi dan zat gizi dalam belimbing wuluh
per 100 gram berat bersih yaitu:
KLASIFIKASI:
Belimbing wuluh disebut Averrhoa bilimbi L.. yang termasuk ke dalam famili Oxalidaceae.
Belimbing wuluh disebut Averrhoa bilimbi L.. yang termasuk ke dalam famili Oxalidaceae.
NAMA DAERAH
Belimbing wuluh; Belimbing buloh; Belimbing
asam; Calincing; Balimbeng
SIFAT KIMIAWI
Tumbuhan ini
kaya dengan berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui,
- batang: saponin, tanin,
glucoside, calsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase
- daun: Tanin, sulfur, asam
format, peroksidase, calsium oksalat, kalium sitrat.
EFEK FARMAKOLOGIS:
Dalam farmakologi Cin disebut tumbuhan ini memiliki sifat; rasa asam,
sejuk. Menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang,
peluruh kencing dan astringent.
PENYAKIT YANG DAPAT DISEMBUHKAN DAN CARA
PENGGUNAANYA
Berdasarkan berbagai literatur yang mencatat pengalaman secara
turun-temurun dari berbagai negara dan daerah, tanaman ini dapat menyembuhkan
penyakit-penyakit sebagai berikut :
1. Pegal linu.
Segenggam daun belimbing wuluh yang masih muda, 10 biji cegkeh, 15 biji lada,
digiling halus lalu tambahkan cuka secukupnya. Lumurkan ke tempat yang sakit.
2. Gondongan.
Sepuluh ranting muda belimbing wuluh berikut daunnya dan 4 butir bawang merah
setelah dicuci bersih lalu ditumbuk halus. Balurkan ke tempat yang sakit.
(kelenjar air liur).
3. Batuk pada
anak. Segenggam bunga belimbing wuluh, beberapa butir adas, gula secukupnya dan
air satu cangkir, ditim selama beberapa jam. Setelah dingin disaring dengan
sepotong kain, dibagi untuk dua kali minum, pagi dan malam sewaktu perut
kosong.
4. Batuk. Bunga
belimbing wuluh 25 kuntum, 1 jari rimpang temu giring, 1 jari kulit kayu manis,
1 jari rimpang kencur, 2 butir bawang merah, ¼ genggam pegagan, ¼ genggam daun
saga, ¼ genggam daun inggu, ¼ genggam daun sendok, dicuci dan dipotong-potong
seperlunya, direbus dengan 5 gelas air sampai tersisa 2 ¼ gelas. Saring, minum
dengan madu. Sehari 3 kali ¾ gelas.
5. Batuk rejan.
10 buah,cuci, tumbuk, remas dengan 2 sendok makan air garam, saring. Minum 2x
sehari
6. Rematik 1 ons
daun muda belimbing wuluh, 10 biji cengkeh, 15 biji merica, cuci lalu giling
halus. Tambahkan cuka secukupnya sampai adonan seperti bubur dan oleskan ke
tempat yang sakit.
7. Sariawan.
Bunga belimbing wuluh ¾ genggam, cuci lalu direbus dengan 3 gelas air sampai
tersisa 2 ¼ gelas. Setelah dingin disaring lalu diminum. Sehari 3 kali ¾ gelas.
8. Jerawat. Buah
belimbing wuluh secukupnya dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan air garam
seperlunya untuk menggosok muka yang berjerawat. Lakukan 3 kali sehari.
9. Panu. Sepuluh
buah belimbing wuluh dicuci lalu digiling halus, tambahkan kapur sirihsebesar
biji asam, diremas sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum
setelah makan.
2.2. Macam-macam Metabolit Sekunder
pada Tanaman
2.2.1.
Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa
metabolid sekunder yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena
dan diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik , yaitu skualena. Senyawa ini
berbentuk siklik atau asiklik dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida, atau
asam karboksilat. Sebagian besar senyawa Triterpenoid mempunyai kegiatan
fisiologi yang menonjol sehingga dalam kehidupan sehari-hari banyak
dipergunakan sebagai obat seperti untuk pengobatan penyakit diabetes, gangguan
menstuasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Sedang
bagi tumbuhan yang mengandung senyawa Triterpenoid terdapat nilai
ekologi karena senyawa ini bekerja sebagai anti fungus, insektisida, anti
pemangsa, anti bakteri dan anti virus. Uji kimia yang dapat dilakukan untuk
mengetahui adanya senyawa Triterpenoid dalam bagian tumbuhan adalah
dengan menggunakan pereaksi Liebermann- Burchard, sedangkan untuk mengetahui
adanya keaktifan biologis dari ekstrak bagian tanaman yang mengandung senyawa Triterpenoid
dapat dilakukan dengan uji Brine Shrimp menggunakan hewan uji Arthemia Salina
Leach.
2.2.2.
Steroid
Steroid terdiri
atas beberapa kelompok senyawa dan
penegelompokan ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh
masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam-asam empedu,
hormon seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau
dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini
ditentukan oleh jenis substituen R1, R2, dan R3 yang terikat pada kerangka
dasar karbon. sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain
pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus
fungsi yang terdapat pada substituen R1, R2, dan R3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan
ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar
karbon tersebut.
2.2.3.
Flavonoid
Flavonoid
(atau bioflavonoid), yang juga dikenal sebagai Vitamin P dan/atau Citrin
(http://dictionary.reference.com/browse/vitamin+p), adalah kelas metabolit
sekunder tanaman. Senyawa flavonoida merupakan kelompok senyawa fenol yang
terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini mempunyai kerangka dasar karbon
yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6)
terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk susunan C6-C3-C6.
Susunan ini dalpat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa Flavonoid yaitu :
1.
Flavonoida
atau 1,3-diarilpropana
2.
Isoflavonoid
atau 1,2- diarilpropana
3.
Neoflavonoida
atau 1,1-diarilpropana
Istilah
flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon,
yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan.
Senyawa-senyawa flavon ini mempuntai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto
dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana
dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang
baru (cincin C) (Lenny, S., 2006 : 14-15).
Sebagai besar
senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid
terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu
alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Flavonoida dapat
ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus
hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam
air dan sedikit larut dalam pelarut organik seperti eter, benzen, kloroform dan
aseton.
Flavonoid
merupakan senyawa fenolat yang terisolasi dari berbagai macam jenis tumbuhan
vaskular, dengan lebih dari 8.000 senyawa individu yang diketahui. Pada tumbuhan flavonoid bertindak sebagai
antioksidan, antimikroba, fotoreseptor, visual attraktor, memberi makan
repellants, dan untuk penyaringan cahaya. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
flavonoid menunjukkan aktivitas biologi, termasuk antialergenik, antivirus,
antiinflamasi, dan vasodilating tindakan. Namun, yang paling menarik adalah
aktivitas flavonoid sebagai antioksidan, mereka memiliki kemampuan untuk
mengurangi pembentukan radikal bebas dan untuk menangkal radikal bebas (Pietta
PG, 2000).
2.2.4.
Alkaloid
Alkaloid
adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik
dan terdapat di tetumbuhan. Istilah “alkaloid” (berarti “mirip alkali”, karena
dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm
Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai
senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa. Alkaloid
juga dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bacteria, fungi (jamur),
tumbuhan dan hewan. Ekstraksi kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan
melalui teknik ekstraksi asam-basa.
Sebagian
besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai
conntoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang,
atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan
strisina sebagai stimulan syaraf. Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun
dan telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologisnya terhadap
mamalia dan pemakaiannya dibidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan
hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam
tumbuhan sebagai berikut:
1). Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti
urea dan asam urat dalam hewan
2). Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon
penyimpanan nitrogen meskipun alkaaloid ditimbun dan tidak mengalami
metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen
3). Pada beberapa kasus alkaloid dapat melindungi tumbuhan
dari serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa
perisstiwa bukti yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan.
4). Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena
dari segi struktur, beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa
alkaloid merangsang perkecambahan, yang lainnya menghambat.
5). Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena
sebagian besar bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
keseimbangan ion dalam tumbuhan.
2.2.5. Saponin
Saponin adalah jenis
glikosida yang baynak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki kartakteristik
berupa buih, sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan
terbentuk buih yamh dapat bertahan lama. Saponijn mudah larut dalam air dan
tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan mewnyebabkan bersin serta iritasi pada
selaput lendirr. Saponin merupakan racumn yang dapat menghancurkan butir darah
atau hemoilisis pada darah. Saponin bersifat tracun bagi hewan berdarah dingin
dan banyak diantaranya digunakan sebahgai racun ikan. Saponin bersifat keras
atau racun biasa disewbut sebagai sapotoksin.
Saponin
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.
Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai
saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukkan
penghambtaan aktivitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah
konjugasi dengan sam glukoronida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses
biosintesis dari obat kortikosteroid. Cointoh sneyawa saponin steroid
diantaranya adalah : asparagosides, avenokosides, disogenin. Saponin
triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.
Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan
siuatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat
dimurnikan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Alat dan Bahan
3.1.1
Alat yang digunakan
·
tabung
reaksi
·
rak
tabung reaksi
·
penjepit
tabung reaksi
·
gelas
kimia
· gelas ukur
50 ml
·
gelas ukur
ukuran 50 mL dan 10 mL
·
pipet
tetes
·
Pipet
volumetric 10 mL
·
penangas
·
kurs
porselin
·
plat
tetes
·
spatula
·
kertas
saring
·
Corong
3.1.2 Bahan
·
Tanaman yang akan diuji fitokimoia kandungan senyawa
metabolit sekundernya yaitu : sisik naga
·
asam
sulfat pekat
·
Kalium
Iodida
·
Akuades
·
asam
klorida pekat
·
dan
kloroform.
·
Pereaksi
meyer
3.2.
Prosedur Kerja
1. Preparasi
Sampel
Bahan-bahan
tanaman yang masih segar terlebih dahulu
dibersihkan dan dipotong kecil - kecil kemudian dikeringkan setelah kering
kemudian dihaluskan untuk mendapatkan serbuk simplisia.
2. Penapisan
Fitokimia
Uji
Saponin
Sebanyak
5 g serbuk dididihkan dalam 100 mL air selama 5 menit, kemudian disaring dalam
keadaan panas. Larutan tersebut diambil sebanyak 10 mL kemudian dikocok kuat
secara vertical selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang
stabil sekitar 10 menit dan tidak hilang pada penambahan setetes HCl 2 N
menunjukkan adanya saponin.
Uji
Flavonoid
Lima
mililiter filtrat dari larutan yang digunakan untuk pengujian saponin ditambah
serbuk Mg, 1 mL HCl pekat dan 2 mL amilalkohol. Kemudian dikocok kuat dalam
corong pisah. Terjadinya perubahan warna diamati. Adanya flavonoid ditunjukkan
dengan timbulnya warna merah, kuning atau jingga padalapisan amilalkohol.
Uji
Alkaloid
Sebanyak
5 g simplisia sample dilembabkan dengan 5mL ammonia 25 % dan digerus dalam krus
porselin. Kemudian ditambah 20 mL kloroform dan digerus kuat lalu disaring.
Sepuluh mililiter filtratnya diekstraksi dua kali dengan larutan HCl (1:10).
Lapisan HCl ditambah pereaksi Mayer. Adanya alkaloid ditandai dengan adanya
kabut putih hingga gumpalan putih atau endapan putih dengan penambahan pereaksi
Mayer dan endapan merah bata dengan penambahan pereaksi Dragendorf.
Uji
Steroid / triterpen
Sebanyak
50-100 mg sampel ditambah kloroform kemudian dikocok selama 15 menit. Sepuluh
tetes dari larutannya ditempatkan dalam plat tetes dan didiamkan hingga kering.
Kemudian 5 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat
ditambahkan pada plat tetes. Terbentuknya warna biru atau ungu menandakan
adanya steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menandakan adanya
kandungan triterpen.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Deteksi Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder dalam
Sampel
Nama
Tanaman
|
Terpenoid
|
Steroid
|
Alkaloid
|
Saponin
|
Belimbing Wuluh
|
-
|
+
|
++
|
+++
|
4.2.
Pembahasan
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan bahan yang berasal dari daerah
sekitar kota Bengkulu. Kemudian dilakukan determinasi tanaman, determinasi ini
dilakukan untuk mengetahui kebenaran jenis tanaman yang akan diteliti. Dari
hasil determinasi tersebut diketahui nama latin dari tanaman-tanaman yang akan
diuji kandungan senyawa metabolit sekundernya.
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia dalam tanaman. Komponen
kimia suatu tanaman sangat mempengaruhi bioaktivitasnya, oleh karena itu
identifikasi komponen kimia suatu ekstrak penting dilakukan. Dari uji fitokimia
yang dilakukan, diketahui kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam suatu
tanaman sehingga dapat diketahui manfaat tanaman tersebut sesuai dengan
kandungan senyawa aktif yang ada di dalamnya.
Dari uji fitokimia yang dilakukan, diketahui bahwa belimbing wuluh menunjukkan hasil yang positif pada uji
saponin, alkaloid dan steroid. Pada uji alkaloid, herba belimbing wuluh menunjukkan
hasil yang positif karena terbentuknya endapan putih ketika penambahan pereaksi
Mayer pada filtrat. Pada uji steroid menunjukkan hasil yang positif karena
terbentuk warna hijau. Pada uji saponin, uji menunjukkan positif denga ditandai
adanya busa. Hasil uji fitokimia secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1.
BAB V
KESIMPULAN
Herba belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L) mengandung flavonoid, alkaloid dan steroid dan saponin. Belimbing wuluh, dapat digunakan
untuk mengatasi beragam penyakit seperti: Pegal linu, gondongan, batuk
pada anak, batuk biasa, batuk rejan, rematik , sariawan, jerawat, panu, sariawan
usus, getah empedu sedikit , sakit gigi berlubang. Serta dapat menghilangkan sakit, memperbanyak
pengeluaran empedu, antiradang, peluruh kencing dan astringent. Selain itu
belimbing wuluh dapat juga menjadi pembersih seperti kerak pada
alat-alat dapur yang terbuat dari bahan plastik dan pembersih kamar mandi
DAFTAR
PUSTAKA
Harborne.J.B,
1987, Metode Fitokimia, Penuntun Modern
Menganalisa Tumbuhan, terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan
Iwang Soediro, ITB Bandung
Markham, K. R., 1998, Cara
Mengidentifikasi Flavonoid, Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Robinson.T.1991,
Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi,
ITB Bandung
0 komentar:
Posting Komentar